Pematang Siantar, bnfnews.com – Kasus dugaan peredaran narkoba jenis pil ekstasi di Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21, Jalan Parapat, Kota Pematang Siantar, terus menuai sorotan tajam. Kali ini, giliran Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) yang secara resmi menyampaikan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mendesak pengusutan tuntas dan tindakan tegas tanpa kompromi.
Melalui surat yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum DPP KOMPI B, Henderson Silalahi, pihaknya menyatakan kekecewaan mendalam atas sikap bungkam aparat kepolisian sejak penangkapan dua pria berinisial JS alias Minok dan Juntak pada Minggu (27/4/2025) dini hari. Dari tangan keduanya, petugas disebut menyita 93 butir pil ekstasi di dalam THM Studio 21. Namun hingga kini, tidak ada pernyataan resmi dari pihak Polres Siantar, Polda Sumut, maupun Mabes Polri.
“Kami mendesak Kapolri segera memerintahkan jajaran agar mengumumkan secara transparan identitas serta status hukum kedua tersangka dan perkembangan penyidikan. Ini menyangkut kepercayaan publik dan supremasi hukum,” tegas Henderson kepada wartawan, Rabu (30/4/2025).
Desakan DPP KOMPI B makin menguat setelah muncul kabar terbaru, bahwa tiga orang lain yang disebut-sebut bagian dari jaringan besar, yaitu GP, ONG, dan CP, turut ditangkap di kawasan Tomok hari ini. Henderson menyebut ini menjadi bukti bahwa peredaran narkoba di THM Studio 21 bukan sekadar kasus kecil, melainkan melibatkan sindikat kuat.
“Kami minta tidak ada praktik tangkap lepas. Tangkap, proses secara hukum, dan bongkar sampai ke akar-akarnya. Jika aparat bermain mata, kami pastikan rakyat tidak akan diam,” lanjutnya.
Selain penindakan hukum, DPP KOMPI B juga mendesak pemerintah mencabut izin operasional Studio 21 dan menutupnya secara permanen, karena telah menyalahgunakan izin untuk praktik ilegal yang membahayakan generasi muda. Henderson bahkan meminta Pemko Pematang Siantar melalui Dinas PUTR dan Satpol PP untuk segera membongkar bangunan Studio 21 karena diduga kuat melanggar garis sempadan sungai, melanggar aturan seperti PP No. 38 Tahun 2011, Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015, dan UU No. 32 Tahun 2009.
“Bukan hanya pidana, ini juga menyangkut pelanggaran tata ruang dan lingkungan hidup. Kalau pemko diam, berarti ada pembiaran,” tambahnya.
DPP KOMPI B menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan menyiapkan langkah hukum maupun aksi massa jika tidak ada transparansi dalam penanganannya. Surat terbuka tersebut juga telah ditembuskan ke Presiden, DPR RI, Kapolda Sumut, Ombudsman RI, dan sejumlah media nasional.
“Kami ingin keadilan ditegakkan. Jangan biarkan tempat hiburan menjadi sarang narkoba. Negara harus hadir, hukum harus berani!” pungkas Henderson. (Tim)
0 Komentar