Pematangsiantar — Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) mendesak aparat kepolisian agar segera menangkap pemilik tempat hiburan malam Studio 21 yang diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba dan minuman keras (miras) ilegal. Desakan ini disampaikan setelah pengungkapan kasus besar oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut yang menemukan 97 butir ekstasi di lokasi tersebut.
Ketua Umum DPP KOMPI B, Henderson Silalahi, menyatakan bahwa penegakan hukum yang dilakukan selama ini belum menyentuh aktor utama. Ia menilai bahwa manajer dan oknum staf yang ditangkap hanyalah bagian dari struktur operasional, sementara pemilik tempat justru masih dibiarkan bebas. "Kalau benar tempat itu jadi lokasi transaksi narkoba, mustahil pemilik tidak tahu. Polisi harus segera tangkap dan usut perannya," tegas Henderson.
Henderson menyoroti bahwa Studio 21 bukan hanya menjadi lokasi peredaran narkoba, tetapi juga diduga kuat menyediakan minuman keras ilegal dan mempekerjakan LC yang masih di bawah umur. Ia menganggap semua ini mustahil terjadi tanpa persetujuan atau pengetahuan pemilik. "Ini bukan kelalaian, ini pembiaran terstruktur. Artinya, pemilik harus dimintai pertanggungjawaban hukum," tambahnya.
Selain mendorong penindakan terhadap pemilik, DPP KOMPI B juga mendesak Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar untuk segera bertindak tegas dengan membongkar bangunan Studio 21. Menurut Henderson, bangunan tersebut diduga berdiri di atas garis sempadan sungai dan melanggar ketentuan tata ruang. "Kami sudah turunkan tim investigasi lapangan. Hasil awal menunjukkan bangunan itu melanggar sempadan dan bisa membahayakan lingkungan sekitar," ungkapnya.
Ia menilai Pemko selama ini lamban merespons polemik ini, meskipun rekomendasi penutupan Studio 21 telah disampaikan oleh pihak kepolisian. Bahkan, Henderson menyebut ada indikasi pembiaran oleh dinas terkait, seperti Dinas Pariwisata dan Dinas PUTR, yang seharusnya menindak tegas pelanggaran tersebut. "Jangan sampai ada dugaan kongkalikong. Kalau Pemko tak bergerak, kami akan ajukan laporan ke Kementerian Dalam Negeri," katanya.
DPP KOMPI B juga berencana melayangkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memastikan tidak ada intervensi dalam penanganan kasus ini. Mereka juga mendesak Komnas HAM dan Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk mengawasi isu eksploitasi perempuan dan anak yang diduga terjadi di Studio 21. "Ini bukan sekadar kasus narkoba, ini soal kejahatan terorganisir," tutur Henderson.
Dalam waktu dekat, KOMPI B akan menggelar aksi damai di depan Balai Kota dan DPRD Pematangsiantar untuk menuntut kejelasan dan transparansi penanganan kasus. Mereka meminta agar tidak ada lagi penanganan hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. "Kami hanya ingin keadilan ditegakkan, tidak pandang bulu, dan semua pelaku ditindak sesuai hukum yang berlaku," pungkasnya.
Dengan semakin banyaknya tekanan dari masyarakat sipil, publik kini menanti langkah konkret dari Pemko Pematangsiantar dan aparat kepolisian. Studio 21 telah menjadi simbol pembiaran terhadap kejahatan terorganisir di kota ini. Jika tidak ada tindakan tegas, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan pemerintahan lokal akan terus merosot.(tim/red)
0 Komentar