---Pematang Siantar- bnfnews.com - Pasca terbongkarnya dugaan peredaran narkoba jenis pil ekstasi di Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21, Jalan Parapat, Kota Pematang Siantar, Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) kembali mendesak tindakan tegas dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Ketua DPP KOMPI B, Henderson Silalahi, meminta agar tempat hiburan malam tersebut segera ditutup secara permanen dan tidak lagi diberi izin dalam bentuk apa pun karena telah terbukti menyalahgunakan izin usaha yang diberikan.
Henderson menyebutkan bahwa tindakan pelaku yang menjadikan THM Studio 21 sebagai lokasi peredaran narkoba merupakan bentuk penghianatan terhadap izin yang diberikan negara. “Ini jelas penyalahgunaan izin. Tempat yang seharusnya untuk hiburan malah dijadikan pusat transaksi narkoba. Maka izinnya harus dicabut dan tempatnya ditutup total,” ujar Henderson kepada awak media, Rabu (30/4/2025).
DPP KOMPI B juga mendesak aparat kepolisian, khususnya Polres Pematang Siantar dan Polda Sumatera Utara, agar secara transparan mengumumkan identitas lengkap dua orang yang ditangkap dan berapa butir pil ekstasi pada penangkapan tersebut. “Kami minta Kapolres, Dir Narkoba, bahkan Kapolda Sumut untuk jangan terus diam. Publik berhak tahu siapa yang ditangkap dan bagaimana perkembangan kasusnya,” tegas Henderson.
Selain mendesak keterbukaan informasi, Henderson kembali menegaskan bahwa aparat harus membongkar jaringan narkoba secara tuntas. Ia menyebut sejumlah nama inisial yang diduga kuat terlibat sebagai otak di balik jaringan tersebut. “Kami desak polisi segera menangkap GP, DH, CP, dan NS yang diduga berada di belakang peredaran narkoba di Studio 21. Jangan hanya menangkap pion-pion kecilnya,” tambahnya.
Di sisi lain, DPP KOMPI B juga menyoroti aspek pelanggaran lingkungan. Henderson mengungkapkan bahwa bangunan Studio 21 diduga melanggar garis sempadan sungai. Untuk itu, ia meminta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Pematang Siantar segera mengeluarkan rekomendasi pembongkaran kepada Satpol PP. “Jangan ada pembiaran terhadap bangunan yang melanggar aturan. Kami minta PUTR bertindak cepat,” katanya.
Henderson merinci beberapa regulasi yang menjadi dasar hukum pembongkaran bangunan tersebut, antara lain:
- PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 5 ayat (1), yang menyatakan bahwa sempadan sungai adalah wilayah yang harus dilindungi.
- Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015, Pasal 17 ayat (1), yang melarang pembangunan permanen dalam area sempadan sungai.
- UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 69, dan
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran ruang dan perusakan lingkungan.
Menurut Henderson, ini adalah momen bagi Pemerintah Kota Pematang Siantar untuk menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum dan pemberantasan narkoba. “Jangan sampai masyarakat menganggap pemerintah ikut melindungi bisnis haram ini. Bongkar bangunannya, cabut izinnya, tangkap sindikatnya,” ujar Henderson dengan lantang.
Ia juga menyerukan agar masyarakat dan media terus mengawal kasus ini. “Kita tidak boleh diam. Ini bukan hanya soal narkoba, tapi soal keberanian kita melawan sistem yang korup dan merusak generasi muda,” pungkasnya.(Tim)
0 Komentar